Langsung ke konten utama

Agama Dan Budaya

Agama Dan Budaya
Dalam Pergumulan Sosial
Pendahuluan
            Keyakinan manusia yang mengarah kepada praktek mempersonifikasikan alam sebagai tuhan (mitoligi alam), mempersonifikasikan roh-roh leluhur sebagai tuhan (animsme), maupun meyakini benda-benda yang dianggap memiliki kekuatan magis( dinamisme), tidaklah bisa dihindari lagi. Sekalipun dalam keyakinan mereka yang paling dalam tetap mengatakan bahwa perilaku ini tidaklah berarti politeisme atau sirik, karena adanya tuhan yang maha esa, bagi mereka tidaklah disangkal. Karena itu, manusia bisa saja menyembah benda-benda hidup, tumbuhan, berhala, tuhan yang ghaib, seorang manusia yang kudus, atau suatu karakter yang jahat. Manusia bisa saja menyembah yang mereka miliki, namun dalam batin mereka tetap mampu membedakan keyakinan-keyakinan religious itu dari yang bukan religious. Sebab dorongan manusia untuk menyembah tuhan merupakan suatu keniscayaan yang pasti. Mayoritas manusia, baik terus menerus maupun sesekali saja, selalu mengikut sertakan acuan kearah ideal itu didalam dadanya. Orang buangan yang paling sekalipun akan dapat merasakan dirinya nyata dan shahih dengan perangkat pengenalan terhadap yang lebih agung dan tinggi ini.
            Secara umum, dalam tipologi pemikiran islam terdapat dua model pendekatan keagamaan, yaitu pendekatan tekstual dan kontekstual. Adalah dua model pendekatan keagamaan yang tidak jarang menampakkan cara pemahaman keagamaan dan perilaku keberagaman yang berseberangan. Perbedaan cara pandang model keagamaan itu belum dijumpai secara holistic apa factor sosio historis dan antropologis yang melatarinya. Yang jelas kedua-duanya, tekstualis maupun kontekstualis sama-sama memiliki basis ideology keagamaan senada, yaitu tauhid.
            Hanya saja, sumber system nilai dan cara pemahaman terhadap system nilai itu sendiri diantara keduanya acapkali terdapat perbedaan mendasar, yang satu terbatas pada sumber system nilai Al-Qur’an dan Al-Hadits, lebih dari itu mereka menjadi localwisdom, konteks antropososiologis yang melingkupinya juga dianggap sebgai objek material yang senantiasa berkelindan dengan teks suci itu sendiri. Inilah realitas social kondisi keberagamaan masyarakat muslim pada umumnya. Lebih jauh makalah ini akan memperlihatkan proses dialektika antara agama dan budaya sebagai bentuk implementasi pola relasionalitas antara teks dan konteks dimaksud.
Agama dan Budaya dalam fakta social
            Dialektika agama dan budaya dimata masyarakat muslim secara umum banyak melahirkan penilaian subjektif-pejoratif. Sebagian bersemangat untuk mensterilkan agama dari kemungkinan akulturasi budaya setempat, sedangkan yang lain sibuk membangun pola dialektika antara keduanya. Keadaan kedemikian berjalan secara periodic, dari masa ke masa. Terlepas bagaimana keyakinan masing-masing pemahaman, yang jelas potret keberagamaan yang terjadi semakin menunjukkan suburnya pola akulturasi, bahkan sinkretisasi lintas agama. Indikasi terjadinya proses dialektika antara agama dan  budaya itu, dalam islam terlihat pada fenomena perubahan pola pemahaman keagamaan dan perilaku keberagmaan dari tradisi islam murni (high tradition) misalnya, melahirkan berbagai corak islam local, antara lain islam sunni, islam shi’i, islam mu’tazili, dan islam khawariji (low tradition) dari Tradisi islam sunni ala Indonesia, muncul islam  sunni Muhammadiyah, islam sunni Nahdlatul ‘Ulama, islam sunni persis, dan islam sunni Al-Waliyah. Lebih menyempit lagi, dari islam sunni NU, memanifestasi menjadi islam sunni NU abangan, islam sunni NU santri dan islam sunni NU priyayi. Tidak menutup kemungkinan, akan tampil berbagai corak keberagamaan baru yang lainya, yaitu islam Ortodoks, islam Moderat, dan liberal. Warna warni ekspresi keberagamaan sebagaimana dilihat di atas mengindikasikan bahwa sedemikian kuatnya tradisi local (low tradition) mempengaruhi karakter asli agama formalnya (high tradition), demikian juga sebaliknya. Saling mempengaruhi itulah dalam bahasa antropo-sosiologinya dikenal dengan istilah proses dialektika agama dan budaya.
            Perubahan perilaku social keberagamaan diatas, di mata para ilmuwan antropologi dianggap sebagai proses eksternalisasi, objektivasi, maupun internalisasi. Siapa membentuk apa, sebaliknya apa mempengaruhi siapa. Bagaimana masyarakat memahami agama hingga bagaimana peran-peran local mempengaruhi perilaku social keberagamaan mereka. Dengan begitu, mengkaji, meneliti, maupun menelaah secara empiric fenomena tersebut,jauh lebih penting dan punya kontribusi akademis dari pada hanya melakukan penilaian-penilaian normative-teologis semata.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH "SEJARAH PERADILAN PADA MASA BANI ABBASIYAH"

MAKALAH SEJARAH PERADILAN ISLAM “Sejarah Peradilan Bani Abbasiyah” Di Sususn Oleh: Ilham Fakhrun Aulia (16210026) Dosen Pengampu: Erfaniah Zuhriah, S,Ag. M.H UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG FAKULTAS SYARIAH JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM 2016/2017 KATA PENGANTAR             Segala puji hanya milik Allah SWT, Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan Rahmat-Nya penulis mampu menyelesaikan tugas makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Peradilan islam. Dalam penyusunan tugas atau makalah ini, tidak sedikit hambatan yang kami hadapi. Namun kami menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan makalah ini tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan orang tua maupun teman-teman, sehingga kendala-kendala yang kami hadapi teratasi. Makalah ini disusun agar pembaca dapat mampu memperluas pengetahuan mengenai Peradilan P

DEMOKRASI MANIPULASI

DEMOKRASI TOPENG MANIPULASI DI NEGERI INI Kita mengetahui bersama  kata ‘’DEMOKRASI” adalah sebuah kata yang tidak lagi asing di telinga kita, seakan kata demokrasi merupakan sebuah makanan pokok yang setiap harinya harus kita konsumsi.  Dari dahulu sampai sekarang ketika kita di tanyai tentang apa sih DEMOKRASI??, kita pasti menjawab “Demokrasi adalah dari rakyat Oleh rakyat Untuk rakyat”. Hidup Rakyat!!!. Eh ini mau demo atau apaan ya. Hehe. Sorry cuy khilaf, kita lanjut lagi ke yang atas. Kalau demokrasi di artikan dengan pemahaman yang lurus lurus aja ni berarti, semua rakyat  membuat hukum, memutuskan hukum, terus dia yang di hukum. Gitu ya? So pasti nggak dong . Kebanyakan di Negara yang menganut paham demokrasi menerapkan TRIAS POLITICA. Trias Politica bukan nama orang loh. Hehe akan tetapi  Trias Politica adalah system pemerintahan yang di dalam nya ada Legislatif, Eksekutif dan juga Yudikatif. Layaknya di Indonesia, Rakyat mempunyai  wakil di pemerintahan yakni DPR (D