MAKALAH
SEJARAH
PERADILAN ISLAM
“Sejarah
Peradilan Bani Abbasiyah”
Di Sususn Oleh:
Ilham Fakhrun Aulia
(16210026)
Dosen Pengampu:
Erfaniah Zuhriah, S,Ag. M.H
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
FAKULTAS SYARIAH
JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM
2016/2017
KATA PENGANTAR
Segala
puji hanya milik Allah SWT, Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada
Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan Rahmat-Nya penulis mampu menyelesaikan
tugas makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Peradilan islam.
Dalam penyusunan tugas atau makalah ini, tidak
sedikit hambatan yang kami hadapi. Namun kami menyadari bahwa kelancaran dalam
penyusunan makalah ini tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan orang
tua maupun teman-teman, sehingga kendala-kendala yang kami hadapi teratasi.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat mampu memperluas pengetahuan mengenai Peradilan
Pada Masa Bani Abbasiyah.
Makalah yang
kami sajikan berdasarkan dari buku referensi mengenai “Peradilan Pada Masa
Bani Abbasiyah” Semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan yang baru
kepada pembaca. Kami sadar bahwa makalah ini banyak kekurangan dan jauh dari
sempurna. Untuk itu kepada ibunda maupun pembaca, kami meminta masukannya demi
perbaikan makalah ini
Malang, Maret 2017
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Penganta................................................................................................................. i
Daftar Isi........................................................................................................................ ii
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang.............................................................................................. 1
B.
Rumusan Masalah...................................................................... …………....1
C.
Tujuan.......................................................................................................... ..1
BAB II
PEMBAHASAN
D.
Masa Dinasti
Abbasiyah.............................................................................. 2
E.
Peradilan
Pada Masa Bani Abbasiyah......................................................... 2
1.
Peradilan
Pada Masa Abbasiyah Pertama........................................ 3
2.
Peradilan
Pada Masa Abbasiyah Kedua.......................................... 4
a.
Ide
Pembuatan Undang-Undang Umum............................. 5
b.
Hakim
Muqallid................................................................... 5
F.
Para
Hakim Yang Terkenal Pada Masa Bani Abbasiyah............................. 6
BAB III
PENUTUP
G.
Kesimpulan.................................................................................................. 7
H.
Saran............................................................................................................ 7
Daftar Pustaka
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kemajuan
lain yang tak kala penting adalah dalam bidang peradilan dimana pada masa
Abbasiyah system administrasi peradilan pada masa ini sudah tersusun dengan
rapi. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya lembaga lembaga peradilan yang
terbentuk,. Pada masa ini. Makalah ini akan mencoba memaparkan lebih jauh
sejarah peradilan di masa Dinasti Abbasiyah
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaiman
Masa Dinasti Abbasiyah?
2.
Bagaimana
Peradilan pada masa Bani Abbasiyah pertama dan kedua?
3.
Siapa
Saja Hakim yang terkenal pada masa Bani Abbasiyah?
C.
Tujuan
Untuk menambah ilmu pengetahuan
penulis serta untuk menyelesaikan tugas Ujian Khir Semester pada mata kuliah
Sejarah Peradilan Islam (SPI) Denga Dosen Pengampu Ibunda Erfaniah Zuhrinah
S.Ag.,M.H
BAB II
A.
Masa Dinasti Abbasiyah
Setelah kekuasaan Umayyah berakhir, kendali Kekuasaan Islam di
pegang ole Dinasti Abbasiyah. Fase ini di tandaidengan perkembangan Ilmu
pengetahuan. Dalam sejarah islam fase ini di kenal sebagai zaman keemasan.[1]
Pemerintahan Abbasiyah berlangsung selama 524 tahun (132-656
H/750-1261 M). Masa Daulah Bani Abbasiyah berpusat di Baghdad selama lima
setengah abad dengan 37 khalifah. Abu Abbas ash Shaffah adalah khalifah pertama
dan Abu Ahmad Abdullah al Musta’shim sebagai khalifah terakhir.
Tempo waktu yang begitu lama ini
menyebabkan para pengkaji, khususnya ahli sejarah, berbeda-beda dalam membagi
pemerintahan Bani Abbasiyah. Untuk penyesuaian dengan pembahasan, penulis
membaginya menjadi dua periode, yaitu pada masa Abbasiyah pertama dan masa
Abbasiyah kedua (munculnya para mujtahid dan munculya ruh taklid).
Dengan merujuk pada dua periode ini
akan di lihat bagaimana perkembangan hukum islam dan pelaksanaannya pada masa
Abbasiyah.[2]
B.
Peradilan Pada Masa Bani Abbasiyah
Pada masa Bani Abbasiyah hukum Islam
mengalami perkembangan yang begitu hebat. Perkembangan ini di sebabkan oleh:
pertama, banyaknya mawali yang masuk Islam. Pada masa Bani Umayyah, Islam telah
berhasil menguasai pusat-pusat peradaban Yunani. Harun ar-Rasyid menjadi
khalifah pada tahun 787 M, sebelumnya ia belajar diPersia sehingga ia cinta dan
gemar pada ilmu pengetahuan dan filsafat. Pada masanyalah berbagai kemajuan di
capai dan di mulai pula penerjemahan buku-buku Yunani ke dalam bahasa Arab
serta berkembangnya organisasi peradilan. Kedua, umat Islam berupaya
melestarikan Alquran dengan dua cara, yaitu di catat dan di hafal.
Kecemerlangan dan keemasan hukum
islam ini berlangsung lebih kurang dua abad (178 tahun). Tahun 310 H kegiatan
Ijtihad mulai menurun, terutama setelah Ibnu Jharir ath Thabari (W 310)
meninggal dunia. Sebagian ulama memamndang cukup untuk merujuk pendapat imam
mazhabnya tanpa perlu melakukan Ijtihad kembali. Pada tahun ini umat Islam
mulai di ninabobokan oleh ruh ke taklidan, fase ini lah sebagai masa
kemunduran.
1.
Peradilan Pada Masa Abbasiyah Pertama
Pada zaman Abbasiyah pertama yang
menjadi sumber hukum adalah Al quran dan As sunnah dan pada masa Abbasiya
pertama lembaga peradilan di kenal dalam organisasi kehakiman dengan empat
lembaga, yaitu sebagai berikut.
a.
Iwan
Qadhi al-Qudhat (Ibu Kota)
b.
Qudhah
al Aqali (Provinsi)
c.
Qudhat
al Amsar, yaitu al qadha dan al Hisbah (Kota dan Kabupaten)
d.
As
Sulthah al Qadhaiyah (Ibu kota dan kota-kota).[4]
Apabila di identikan dengan Indonsia
pada zaman Abbasiyah sudah ada Mahkamah Agung dan Jaksa Agung serta
peradilan-peradlian di tingkat provinsi dan kota/kabupaten. Artinya setiap
wilayah sudah memiliki peradilan.
Adapun badan peradilan pada zaman
Abbasiyah ada tiga macam, yaitu sebagai berikut:
a.
Al
Qadha, hakimnya bergelar al-Qadhi. Bertugas mengurus perkara-perkara yang
berhubungan dengan agama pada umumnya.
b.
Al
Hisbah, hakimnya bergelar muhtasib, bertugas menyelesaikan perkara-perkara yang
berhubungan dengan masalah-masalah umum dan dan tindak pidana yang memerlukan
pengurusan segera.
c.
An
Nadhar fi al Mazhalim, hakimnya bergelar Shahibul atau Qadhi al Mazhalim,
bertugas menyelesaikan perkara-perkara banding dari dua badan pengadilan di
atas.
a.
Mengangkat
qadhi.
b.
Memecat
qadhi.
c.
Menyelesaikan
qadhi yang mengundurkan diri.
d.
Mengawasi
hal ihwal qadhi.
e.
Meneliti
putusan-putusan qadhi dan meninjau kembali putusan-putusan tersebut.
f.
Mengawasi
tingkah laku qadhi di tengah-tengah masyarakat.
g.
Mengawasi
administratif dan pengawasan terhadap fatwa.
h.
Membatalkan
suatu putusan hakim.[6]
2.
Peradilan Pada Masa Bani Abbasiyah Kedua
Pada masa ini orgasnisai peradilan,
khususnya qadhi al qudha, sudah mengalami perubahan. Qadhi al qudha tidak hanya
di pusat pemerintahan (Baghdad), tetapi juga di daerah-daerah. Hal ini terjadi
karena banyak daerah yang memisahkan diri dari pusat pemerintaha, Baghdad.
Istilah qadhi al qudha tidak sama di tiap negeri di Andalusia di sebut Qadhi al
Jama’ah.
Hakim-hakim pada masa ini memutus perkara menurut
ima-imam mazhab secara taklid (hakim muqallid). Karenanya terdapat perbedaan
hukum dengan mazhab hakim. Dalam pengangkatan hakim, para hakim di haruskan
membayar sejumlah uang kepada pemerintah pada tiap tahunnya.[7]
Pengaruh eksekutif sangat tinggi pada masa ini sehingga wewenang peradilan di
rasakan semakin menyempit dan terbatas pada masalah kekeluargaan saja.
a.
Ide Pembuatan Undang-Undang Umum
Ide ini di centuskan oleh Ibnu
Muqaffa (w.144 H), beliau mengirim surat kepada Khalifah Abu Ja’far al Mansur,
memohon agar di buat satu UU yang di ambil dari Al quran dan as Sunnah untuk
seluruh rakyat, dan bagi yang perkaratidak ada ketentan nashnya maka di ambil
dari pendapat yang memenuhi tuntutan keadilan dan kemashlahatan umat. Hal ini
di tanggapioleh khalifah dan meminta agar Imam Malik menolak dan berkata, “Sesungguhnya
setiap umat memilki ikatan ulama-ulama salaf dan mazhab-mazhab”.[8]
Pada tahun 163 H, khalifah sekali
lagi mengajukannya kepada Imam Malik. Namun tetap di tolak dan berkata “Sesungguhnya
sahabat Nabi berbeda dalam furu’ dan berserakan di berbagai negeri dan masing-masing
dari mereka adalah benar”
`
b.
Hakim Muqallid
Pada masa ini hakim tidak lagi
berijtihad. Ini berarti menyalahi syarat bahwaa hakim harus seorang mujtahid.
Dalam hal ini para ulama berbeda pendapat, ulama-ulama Hanafiyah menetapkan
bahwa hakimboleh memutuskan perkara dengan pendapat yang Dho’if dari mazhab
yang di anutnya. Golongan Malikiyah mengatakan bahwa seorang muqallid harus
berpegang kepada pendapat imam yang di ikutinya. Ia tidak boleh menggunakan
ijtihadnyakarena hal ini bisa di capai oleh orang-orang yang berepengetahuan
cukup.
Urutan di atas menunjukan bahwa
hakim di utamakan seorang mujtahid, bila tidak ada atau sedikit din peroleh
maka boleh seorang muqallid dengan syarat dalam memutuskan perkara mempunyai
peganga, baik itu mazhab ataupun undang-undang yang berlaku.
C.
Para Hakim Terkenal pada Masa Abbasiyah
Beberapa qadhi yang terkenal pada
masa Abbasiyah adalah sebagai berikut.
1.
Abu Yusuf, Ya’qub bin Ibrahim (Lahir tahun 131 H/731 M)- WAFAT
Tahun 182 H/789 M) beliau adalah qadhi al qudha’ Harub al Rasyid.
2.
Yahya
bin Aksam (Lahir tahun 159 H/755 M- wafat tahun 242 H/857 M) Beliau adalah
seorang Qadhi al Qudha’ al Makmun.
3.
Ahmad
bin Abu Daud (Lahir tahun 160 H/777 m- Wafat tahun 240 H/854 M) beliau adalah
qadhi’ al Mu’tashim.
4.
Sahnunal
Maliki (Lahir tahun 160 H/777 M-Wafat tahun 240 H/854 M) beliau adalah Qadhi
Maghrib.
5.
Al
‘Izz bin Abd. As Salam (Lahir tahun 578 H/1181 M- wafat tahun 660 H/1282 M)
beliau adalah qadhi Mesir.
6.
Ibnu
Khillikan (Lahir tahun 625 H/1211 M- wafat tahun 660 H/1282 M) beliau adalah
Qadhi Damaskus.
7.
Ibnu
Daqiqi ‘Ied (Lahir tahun 625 H/1228 M- wafat tahun 702 H/1302 M) beliau adalah
qadhi Mesir dan Sha’id.[9]
Inilah sebagian dari qadhi-qadhi
besar yang banyak mendspst perhstisn umum terkenal dalam masyarakat fikih dan
di pandang sebagai pemimbing ilmu al furu’ dalam periode kedua dari Bani
Abbasiyah.[10]
BAB III
PENUTUP
G.
Kesimpulan
1.
Pemerintahan Abbasiyah berlangsung selama 524 tahun (132-656
H/750-1261 M). Masa Daulah Bani Abbasiyah berpusat di Baghdad selama lima
setengah abad dengan 37 khalifah. Abu Abbas ash Shaffah adalah khalifah pertama
dan Abu Ahmad Abdullah al Musta’shim sebagai khalifah terakhir.
2.
Pada
zaman Abbasiyah pertama yang menjadi sumber hukum adalah Al quran dan As sunnah
dan pada masa Abbasiya pertama lembaga peradilan di kenal dalam organisasi
kehakiman dengan empat lembaga, yaitu sebagai berikut.
a.
Iwan
Qadhi al-Qudhat (Ibu Kota)
b.
Qudhah
al Aqali (Provinsi)
c.
Qudhat
al Amsar, yaitu al qadha dan al Hisbah (Kota dan Kabupaten)
d.
As
Sulthah al Qadhaiyah (Ibu kota dan kota-kota).
Pada masa ini orgasnisai peradilan, khususnya qadhi al qudha, sudah
mengalami perubahan. Qadhi al qudha tidak hanya di pusat pemerintahan
(Baghdad), tetapi juga di daerah-daerah. Hal ini terjadi karena banyak daerah
yang memisahkan diri dari pusat pemerintaha, Baghdad. Istilah qadhi al qudha
tidak sama di tiap negeri di Andalusia di sebut Qadhi al Jama’ah.
3.
Beberpa
Hakim yang terkenal adalah: Abu Yusuf, Ya’qub bin Ibrahim, Yahya bin Aksam,
Ahmad bin Abu Daud, Sahnunal Maliki, Al ‘Izz bin Abd. As Salam, Ibnu Khillikan,
Ibnu Daqiqi ‘Ied.
H.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
A. Hasjmy. 1995. Sejarah Kebudayaan Islam,.
Jakarta:Bulan Bintang.
Hasbi As Shiddiqi. 1997. Peradilan
dan Hukum Acara Islam,. Semarang: Pustaka Rizki Putra.
Jaih Mubarok.
2007. Sejarah dan Perkembangan. Bandung: Remaja Rosda karya.
Koto Alaiddin. 2011. Sejarah Peradilan Islam. Jakarta :
Rajawali Pers.
[1] Khudari Beikh, Tarikh
Tasyri’ al-islami, hlm 4-5, menyebutnya sebagai fase fiqih menjadi ilmu
yang mandiri T.M.
[2] Koto Alaiddin, Sejarah Peradilan
Islam, (Jakarta : Rajawali Pers, 2011, hlm.156)
[4] A.
Hasjmy, Sejarah Kebudayaan Islam, (Jakarta:Bulan Bintang, 1995), cet
ke-5, hlm. 234-235.
[5] A. Syalabi, Sejarah dan
Kebudayaan Islam 2, hlm. 29.
[6] Salam Madzkur, al Qadha
fi Al Islam, hlm. 64-65.
[7] Hasbi As Shiddiqi, Peradilan
dan Hukum Acara Islam, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 1997), hlm. 27.
[8] Koto Alaiddin, Sejarah Peradilan
Islam, (Jakarta : Rajawali Pers, 2011, hlm.137)
[9] Koto Alaiddin,
Sejarah Peradilan Islam, (Jakarta : Rajawali Pers, 2011, hlm.137)
[10] T.M Hasbi
Al-Shiddieqy, Sejarah Peradilan Islam, op.cit., hlm. 61.
Komentar
Posting Komentar