BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pengakuan merupakan sebuah bentuk jaminan yang diberikan oleh suatu
negara yang baru serta menjadikan salah satu tanda diterimanya negara baru
tersebut sebagai anggota masyarakat Internasional. Ada juga yang menjelaskan
bahwasannya pengakuan suatu negara ini sebagai bentuk keharusan serta menjadi
kewajiban hukum agar suatu negara itu bisa lahir dan merdeka. Lahirnya suatu
negara yang baru juga haruslah memenuhi beberapa syarat yang telah lama sudah
ada serta diakui oleh penduduk Internasional. Sebagaimana yang tercantum dalam
konvensi pasal I “Montevideo” pada tahun 1933: adapun syarat-syarat yang
dikemukakan dalam pasal tersebut apabila suatu negara ingindisebut sebagai
negara baru dan diakui oleh penduduk Internasional harusnya memiliki beberapa
unsur berikut, yaitu :harus adanya rakyat (a permanenent population),
harus adanya Wilayah (a deffined territory),adanya pemerintahan(a
goverment), serta memiliki kapasitas yang mampu untuk berhubungan dengan
negara lain (a capacity to enter into relations with other states), dan
masih banyak lagi.[1]
Untuk membentuk sebuah negara baru ada beberapa cara yang dapat di
tempuh meliputi :memisahkan diri dari wilayah suatu negra dan berdiri sendiri
sebagai negara yang merdeka, melepaskana diri dari penjajahan,pecahnya suatu
negara menjadi negara kecil atau menggabungkan dari beberapa negara-negara
kecil untuk dijadikan sebuah negara baru.[2] Adapun
salah satu contoh yang kami ambil yaitu kemerdekaan negara kosovo yang mana
negara ini dapat merdeka dengan cara memisahkan diri dari wilayah suatu negara
kemudian membentuk kenegaraan sendiri sebagai negara yang merdeka. Negara
Kosovo dulunya merupakan salah satu bagian dari provinsi di negara Serbia.
Kelahiran sebuah negara baru yang terjadi pada negara Kosovo ini dapat menuai
banyak reaksi dari negara lain yang dinyatakan dengan menerima atau mengakui
terhadap kemerdekaan negara Kosovo. Ada juga negara yang menolak atau tidak
mengakui kemerdekaan negara ini karena dengan beberapa alasan yang akan
menyebabkan perpecahan dalam negaranya nanti. Untuk mendapatkan pengakuan dalam
penduduk Internasional tidaklah mudah karena melibatkan masalah hukum serta
masalah politik suatu negara.[3]
Dalam pembahasan kali ini pemateri akan memaparkan beberapa hal
yang berkaitan dengan pengakuan suatu negara yang akan mejadi negara baru serta
dapat bermanfaat dalam hal yang berkaitan dengan pengambilan sikap yang
berkaitan dengan kemerdekaan sebuah negara yang baru.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa dan Bagaimana
yang dimaksud dengan Pengakuan?
2.
Bagaimana
proses lahirnya Kosovo sebagai negara baru?
C.
Tujuan
1.
Agar dapat
mendeskripsikan tentang pengakuan.
2.
Agar dapat
mengetahui proses lahirnya Kosovo sebagai negara baru.
1.
BAB II
KERANGKA TEORI
Teori-Teori
Pengakuan
Secara
garis besar terdapat dua teori mengenai pengakuan dalam hukum internasional.
Kelompok pertama adalah yang dikenal sebagai teori Konstitutif.[4]kedua,
teori deklaratoir atau evidentiary. Sementara itu Lauterpacht mencoba menggabungkan
antara kedua teori tersebut. Menurutnya, setiap negara berkewajiban untuk
mengakui sebuah negara ketika negara tersebut telah memenuhi kriteria hukum
sebagai negara.Berikut
pemaparan teori-teori tersebut :
1.
Teori
Konstitutif
Teori Konstitutif hanya tindakan
pengakuanlah yang menciptakan status kenegaraan atau melengkapi pemerintah baru
dengan otoritasnya di lingkungan internasional.[5] Dalam
teori konstitutif, masalah pengakuan bukan merupakan kewajiban, maka adanya
kemungkinan apabila ada negara baru lahir, maka akan diterima oleh sekelompok
negara tetapi ditentang oleh sekelompok negara lain. Kelemahan dari teori
konstitutif adalah tidak adanya ketentuan yang mengatur berapa seharusnya
jumlah minimal negara-negara yang memberikan pengakuan.
2.
Teori Deklaratoir
Teori deklaratoir atau evidentiari
adalah teori yang berpemahaman bahwa suatu pengakuan dari negara-negara lain
hanyalah bersifat mempertegas atau menguatkan keadaan yang menunjukkan
eksistensi negara yang mendapat pengakuan.[6]
Dalam praktek, akhir-akhir ini,
kebanyakan penulis lebih menerima teori deklaratoir, yang tercermin dalam pasal
3 dari konvensi Montevideo mengenai hak-hak dan kewajiban Negara-negara (1933).
3.
Teori Pemisah
atau Jalan Tengah
Teori yang telah dikemukakan diatas
tidak sepenuhnya memuaskan, sehingga beberapa sarjana hukum telah merumuskan
teori baru yang dinamakan teori jalan tengan atau teori pemisah. Penganut teori
ini adalah : Rivier, Cavare, Verdross, dan Starke.
Rivier berpendapat bahwa adanya
suatu negara yang berdaulat adalah terlepas dari adanya pengakuan negara-negara
lain. Pengakuan hanya merupakan pencatatan dari suatu hal yang telah terjadi
dan sifatnya hanya persetujuan akan hal tersebut. Dengan demikian pengakuan
mengadakan ikatan formal untuk menghormati pribadi baru itu, hak-hak dan
atribut kedaulatan di bawah hukum internasional. Hanya sesudah mendapat
pengakuan, penggunaan hak-hak tersebut akan terjamin. Hubungan politik yang
teratur hanya mungkin terjadi antara negara-negara yang saling mengakui. Starke
berpendapat, bahwa kebenaran mungkin berada di tengah-tengah kedua teori itu.
Praktek internasioanl menunjukkan
bahwa baik teori deklarasi ataupun konstitutif keduanya dianut. Teori
konstitutif digunakan apabila pengakuan itu diberikan karena alasan-alasan
politik. Negara-negara biasanya memberikan pengakuan atas dasar prinsip-prinsip
hukum. Demikian juga pengakuan ditangguhkan karena alasan politik sampai
akhirnya pengakuan diberikan sebagai imbalan atas pemberian keuntungan
diplomatik secara materil dari negara atau pemerintah yang meminta pengakuan.
BAB III
PEMBAHASAN
A.
PENGAKUAN
1.
Pengertian
Pengakuan
Pengakuan
atau Recognition (Inggris) atau Reconnaissance (Perancis) atau Anerkennung
(Jerman) merupakan tindakan sepihak suatu negara untuk menerima atau membenarkan
akan sesuatu dalam masyarakat internasional. Menurut Tasrif, pengakuan dapat
diartikan sebagai penerimaan suatu situasi dengan maksud menerima akibat-akibat
hukum dari keadaan sedemikian itu. Pengakuan merupakan salah satu lembaga yang
penting dalam masyarakat internasional dalam kaaitannya dengan keberadaan
negara, lebih-lebih dalam rangka hubungan internasional. Dikatakan penting
karena tanpa pengakuan suatu negara baru tidak dapat mengadakan hubungan yang
sempurna dan lengkap dengan negara lain. Bahkan sering timbul suatu keadaan
bagi suatu negara yang tidak diakui oleh negara lain, seperti:
a. Terkucilkan dari hubungan, terutama dengan negara-negara yang tidak
mengakuinya;
b. Tidak dapat mengadakan persetujuan-persetujuan kerjasama, terutama
dengan negara-negara yang tidak mengakuinya;
c. Menghadapi kesulitan untuk memperoleh bahan-bahan penunjang
kelangsungan hidupnya, terutama bahan-bahan yang dihasilkan oleh negara-negara
yang tidak mengakuinya;
d. Menghadapi kesulitan untuk mengadakan perdagangan terutama ekspor
hasil-hasil negaranya ke negara-negara yang tidak mengakuinya.
Pengakuan merupakan perbuatan
politik yang mempunyai akibat hukum. Dikatakan sebagai perbuatan politik karena
merupakan perbuatan memilih atau pilihan secara bebas yang dilakukan oleh
negara untuk memberi atau tidak memberi pengakuan kepada kesatuan
kemasyarakatan baru. Sebagaimana dikemukakan oleh Rediich bahwa pengakuan
adalah diluar lingkup hukum, adalah sepenuhnya merupakan tindakan politik.
Demikian juga Brierly katakan, bahwa negara-negara telah menjadi maklum bahwa
hal memberikan atau menolak pengakuan dapatlah digunakan untuk kepentingan
memajukan politik nasional.
Pengakuan bukan perbuatan hukum,
karena tidak ada hak dari kesatuan kemasyarakatan baru untuk diakui dan tidak
ada kewajiban bagi negara lama untuk memberikan pengakuan kepada kesatuan
kemasyarakatan baru. Sebagaimana dikemukakan Schwarzenberger, bahwa hukum
kebiasaan internasional tidaklah mengenal kewajiban untuk memberikan pengakuan
kepada sesuatu kesatuan. Demikian juga menurut Nguyen Quoc, bahwa tidak ada
keharusan untuk mengakui seperti juga tidak ada keharusan untuk tidak mengakui.
Namun, pengakuan memberikan akibat hukum tertentu atau menimbulkan hak,
kewajiban dan privelegi dalam Hukum Internasional maupun Hukum Nasional. Dalam
Hukum Internasional, misalnya ada hak istimewa bagi perutusan diplomatik,
memiliki kapasitas untuk mengadakan hubungan diplomatik, terikat hak dan
kewajiban dalam hukum internasional. Akibat hukum nasional, misalnya negara
yang mengakui dapat berperkara di Pengadilan Nasional negara yang diakui,
memperoleh imunitas bagi perwakilan diplomatiknya, dapat menjual hak miliknya
di negara yang mengakui. Dengan demikian sebenarnya dalam lembaga pengakuan itu
mengandung unsur baik unsur politik maupun unsur hukum, yaitu sebagai perbuatan
politik yang mempunyai akibat hukum.[7]
2. Macam-Macam Pengakuan
Dilihat Dari Bentuknya
a. Pengakuan De Facto
Pengakuan de facto, secara sederhana
dapat diartikan sebagai pengakuan terhadap suatu fakta. Maksudnya, pengakuan
ini diberikan jika faktanya suatu negara itu memang ada. Oleh karena itu,
bertahan atau tidaknya pengakuan ini tergantung pada fakta itu sendiri, apa
fakta itu (yakni negara yang diberi pengakuan tadi) bisa bertahan atau tidak.
Dengan demikian, pengakuan ini bersifat sementara. Lebih lanjut, karena
sifatnya hanya memberikan pengakuan
terhadap suatu fakta maka pengakuan ini tidak perlu mempersoalkan sah atau
tidaknya pihak yang diakui itu. Sebab, bilamana negara yang diakui (atau fakta itu)
ternyata tidak bisa bertahan, maka pengakuan ini pun akan berakhir dengan
sendirinya.
b. Pengakuan De Jure
Berbeda dengan pengakuan de facto
yang bersifat sementara, pengakuan de jure adalah pengakuan yang bersifat
permanen. Pengakuan ini diberikan apabila negara yang akan memberikan pengakuan
itu sudah yakin betul bahwa suatu negara yang baru lahir itu akan bisa bertahan. Oleh karena itu, biasanya
suatu negara akan memberikan pengakuan de facto terlebih dahulu baru kemudian
de jure. Namun tidak selalu harus demikian. Sebab bisa saja suatu negara, tanpa
melalui pemberian pengakuan de facto, langsung memberikan pengakuan de jure.
Biasanya pengakuan de jure akan diberikan apabila :[8]
1) Penguasa di negara (baru) itu benar-benar menguasai (secara formal
maupun substansial) wilayah dan rakyat yang berada di bawah kekuasaannya;
2) Rakyat di negara itu, sebagian besar, mengakui dan menerima
penguasa (baru) itu;
3) Ada kesediaan dari pihak yang akan diakui itu untuk menghormati
hukum internasional.
Dilihat Dari Objeknya
a. Pengakuan Negara
Pengakuan
negara merupakan pengakuan sebagai pribadi internasional dengan segala hak dan
kewajiban. Untuk mengakui suatu negara baru, pada umumnya negara-negara
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
1) Keyakinan
akan adanya stabilitas di negara tersebut
2) Adanya
dukungan umum dari penduduk, dan
3) Kesanggupan
dan kemampuan untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban internasional.
b. Pengakuan Pemerintah
Secara
teoritis pengakuan terhadap pemerintahan tidak ada kaitannya dengan pengakuan terhadap
negara. Penolakan pengakuan terhadap pemerintah tidak berarti menolak adanya
negara. Sekalipun tidak dapat dibedakan, namun antara pengakuan negara dan
pengakuan pemerintahan yaitu :
1)
Pengakuan negara merupakan pengakuan terhadap suatu entitas baru yang telah
mempunyai semua unsur yuridis negara dan telah menunjukkan kemauannya untuk
melaksanakan hak-hak dan kewajiban sebagai anggota masyarakat internasional;
2)
Pengakuan negara mengakibatkan pula pengakuan terhadap pemerintahan negara
yang diakui dan berisikan kesediaan negara yang mengakui untuk mengadakan
hubungan dengan pemerintah baru tersebut;
3)
Pengakuan terhadap suatu negara sekali diberikan tidak dapat ditarik
kembali, sedangkan pengakuan terhadap suatu pemerintahan dapat dicabut
sewaktu-waktu. Dengan penolakan atau pencabutan pengakuan terhadap pemerintahan
baru, dapat mempengaruhi hubungan diplomatik antar negara yang bersangkutan,
namun tidak berpengaruh pada personalitas negara yang bersangkutan.[9]
c.
Pengakuan
Terhadap Pemberontak (belligerency)
Dalam kehidupan bernegara, tidak menutup
kemungkinan dalam sebuah negara tersebut timbul adanya pemberontakan. Bila
disuatu Negara telah terjadi pemberontakan dan pemberontakan tersebut telah
memecah belah kesatuan nasional dan efektivitas pemerintahan, maka keadaan ini
menempatkan negara-negara ketiga dalam keadaan yang sulit terutama dalam
melindungi berbagai kepentingannya di negara tesebut. Dalam hal ini lahirlah
sistem pengakuan bellierency. Negara-negara ketiga dalam sikapnya
membatasi diri negaranya sekedar mencatat bahwa para pemberontak tidak kalah
dan telah menguasai sebagian wilayah nasional dan mempunyai kekuasaan secara
fakta. Bentuk pengakuan ini telah dilakukan beberapa kali di masa lampau oleh
Amerika Serikat dan juga Inggris.xontoh yang paling dikenal adalah pengakuan belligerency
yang diberikan kepada orang-orang Selatan di Amerika Serikat pada waktu perang
saudara oleh Prancis dan Inggris serta Negara-negara Eropa lainnya.
Sejarah diadakannya pengakuan belligerency
adalah pada permulaan abad 19, koloni-koloni Spanyol memberontak dengan
memproklamasikan kemerdekaan. Inggris dan Prancis mengakui pemberontak sebagai belligerent.
Pada puncak aplikasi perang saudara Amerika Serikat pada 1861-1865 pada saat
itu negara-negara bagian Selatan, dengan ibukota Richmond, dengan pemerintah di
bahwa Jefferson Davis, dan Angkatan Bersenjata yang dikepalai Jendral Lee, pada
tanggal 4 Februari 1861 menyatakan diri berpisah dari Negara Federal.
Pemerintah tandingan ini diakui Negara oleh negara-negara Eropa tetapi hanya
sebagai belligerent terutama oleh Prancis dan Inggris. Mulai saat itu
berkembanglah pengertian belligerency dalam Hukum Internasional.
Pengakuan belligerency berarti :
1) Memberikan kepada pihak yang memberontak
hak-hak dan kewajiban suatu negara merdeka selama berlangsungnya peperangan;
2) Dilain pihak, pemerintah yang memberontak
tersebut tidak dapat merundingkan perjanjian-perjanjian internasional, tidak
da[at menerima dan mengirim wakil-wakil diplomatik dan hubungannya dengan
negara-negara lain hanya bersifat informal. Pemerintah tersebut tidak dapat
menuntut hak-hak dan kekebalan-kekebalan dibidang internasional. Ia merupakan
subjek hukum internasional dalam bentuk terbatas, tidak penuh dan bersifat
sementara;
3) Sebagai akibat pengakuan belligerency negara-negara
ketiga, negara induk dibebaskan tanggungjawab terhadap negara-negara ketiga
tersebut sehubungan dengan perbuatan-perbuatan kelompok yang memberontak;
4) Bila negara induk memberikan pula pengakuan
belligerency kepada pihak yang memberontak, ini berarti kedua pihak
harus melakukan perang sesuai dengan hukum perang. Dalam hal ini, pihak ketiga
tidak boleh ragu-ragu lagi untuk memberikan pengakuan yang sama;
5) Pengakuan belligerency ini bersifat
terbatas dan sementara serta hanya selama berlangsungnya perang tanpa
memperhatikan apakah kelompok yang memberontak itu akan menang atau kalah dalam
peperangan;
6) Dengan pengakuan beligerency ini,
negara-negara ketiga akan mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban sebagai
Negara netral dan pengakuan belligerency ini terutama diberikan karena
alasan humaniter.[10]
3. Efek/Akibat Hukum Dari Pengakuan
Pengakuan menimbulkan akibat-akibat atau kosekuensi hukum yang
menyangkut hak-hak dari negara atau pemerintah yang diakui baik menurut hukum
internasional maupun hukum nasional negara yang memberikan pengakuan. Adapun masalah yang harus diperhatikan
apabila masalah pengakuan timbul karena pengujian, meskipun sifatnya
insindental, oleh Pengadilan-Pengadilan Nasional, dengan persoalan-persoalan
dan pembuktian dan penafsiran. Dalam hal ini penting diperhatikan batas-batas
antara hukum nasional dan hukum internasional. Pengakuan memberikan kepada
negara atau pemerintah yang diakui suatu status baik menurut hukum nasional
maupun hukum internasional.
Dalam hukum nasional, kemampuan negara atau
pemerintah yang diakui dapat ditinjau dari aspek negatif, yaitu dengan
mengemukakan ketidakmampuan kesatuan poitik yang disebut negara yang belum
diakui. Sedangkan jika dilihat dari aspek positifnya yaitu kemampuan sebagai
negara atau pemerintah yang berdaulat penuh yang sudah diakui, ialah sebagai
berikut:
1) Berhak perkara di depan pengadilan negara
yang mengakuinya
2) Pertimbangan pengadilan negara yang
mengakuinya akan dipengaruhi oleh tindakan badan eksekutif dan legislatif oleh
pemerintah baru yang akan dibentuk oleh pemerintah baru yang bersangkutan.
3) Berhak akan imunitas dalam perkara mengenai
milik dan bagi wakil diplomatiknya.
4) Berhak menuntut dan menerima harta milik
yang berada dalam yurisdiksi negara yang mengakuinya, milik mana sebelumnya
adalah kepunyaan pemerintah yang tumbang.
Dalam hukum internasional, keastuan politik
(negara atau pemerintah) yang diakui, menjadi anggota penuh dari masyarakat
internasional. Dengan kata lain negara atau pemerintah baru itu dapat menjadi
subjek hukum internasional, setelah diakui oleh negara lain. Oleh karena itu
antara lain ia dapat mengadakan hubungan diplomatik dengan negara yang
menagkuinya, dapat menutup atau menandatangani perjanjian internasional dan
sebagainya. Dengan demikian sejak adanya pengakuan dari negara-negara lain,
negara atau pemerintah baru yang bersangkutan diwajibkan memenuhi kewajiban
internasionalnya.
Dalam sebagian besar kasus lahirnya negara
baru, pengakuan adalah sebagai kebijaksanaan politik negara-negara yang
mengakui negara tersebut dan dapat mempunyai akibat:
1) Pengakuan adalah suatu kebijaksanaan
individual dan dalam hal ini negara-negara bebas untuk mengakui suatu negara
tanpa harus memperhatikan sikap negara lain.
2) Pengakuan adalah suatu discretionary act yaitu suatu negara
mengakui negara lain kalau dianggapnya perlu, sebagai contoh; Spanyol baru
mengakui Peru setelah 75 tahun negara tersebut memproklamasikan kemerdekaannya.
Amerika Serikat
mengakui RRC setelah 30 tahun terbentuknya negara tersebut.
Perlu kiranya dicatat bahwa pengakuan
negara hanya dilakukan satu kali. Perubahan bentuk suatu negara tidak akan
mengubah statusnya sebagai negara. Perancis misalnya yang dari tahun 1791
sampai tahun 1875 beberapa kali berubah, dari kerajaan, republik, kekaisaran,
kembali ke kerajaan dan republik dengan pembentukan Republik III pada tahun
1875, Republik IV pada tahun 1941, dan semenjak tahun 1958 Republik V tetap
merupakan negara Perancis dengan kewajiban dan hak-hak yang sama sebagai subjek
hukum internasional dan tidak memerlukan pengakuan lagi sebagai sebuah negara.[11]
4.
Penarikan
Kembali Pengakuan
Pengakuan De Jure
Pengakuan ini apabila telah dilaksanakan maka tidak dapat di tarik
kembali meski dengan menggunakan dasar-dasar politik seklipun. Serta
pemberhentian hubungan antara satu negara dengan negara yang lain dapat
dilaksanakan namun tidak dapat menarik kembali pengakuan yang telah di ikrarkan
tadi namun dapat menempuh jalan lain yaitu dengan memutus hubungan diplomatik
antara keduanya.
Pengakuan De Facto
Pengakuan ini lawan dari pengakuan De Jure yang mana
pengakuan De Facto dapat diberhentikan dengan keadaan organisasi
kekuasaan yang diberi pengakuan. Pemberhentian ini terjadi karena mengikutinya
pengakuan De Jure atau karena
perubahan keadaan organisasi kekuasaan yang diberi pengakuan semisal seperti
kalahnya sebuah peperangan (belligerent) yang diakui.
5. Implementasi Pengakuan Dalam Hukum
Internasional
Pada umumnya para pakar hukum internasional
sependapat bahwa pengakuan (recognition) ialah suatu lembaga yang
teramat penting artinya dalam hubungan internasional. Apalagi dalam masa
globalisasi seperti ini, tampak sekali bahwa tidak ada satu negarapun yang
dapat hidup terisolasi atau terasing dari negara-negara lainnya, dan berbagai
media teknologi modern telah mendorog untuk mengembangkan hubungan antara
negara-negara di dunia ini. namun sebelum negara baru dapat mengadakan hubungan
atau komunikasi yang lengkap dan sempurna dalam berbagai bidang dengan
negara-negara lain, baik politik, ekonomi, sosial budaya, ilmu pengetahuan dan
tekhnologi, terlebih dahulu negara itu harus melalui pengakuan.
Pengakuan dalam hukum internasional
merupakan persoalan yang cukup rumit karena sekaligus melibatkan masalah hukum
dan politik. Dalam masalah pengauan, unsur-unsur hukum dan politik sulit untuk
dipisahkan secara jelas karena pemberian dan penolakan pengakuan oleh negara
sering dipengaruhi oleh pertimbangan politik, sedangkan akibatnya mempunyai
akibat hukum. Kesulitan juga berasal dari fakta bahwa hukum internasional juga
tidak mengharuskan suatu negara untuk mengakui negara lain atau pemerintah lain
seperti juga halnya bahwa suatu negara atau suatu pemerintah tidak mempunyai
hak untuk diakui oleh negara lain. Tidak ada keharusan untuk mengakui seperti
juga tidak ada kewajiban untuk tidak mengakui.
Dalam perkembangannya sampai saat ini masih
ada dua golongan dari pakar-pakar hukum internasional yang berbeda pendapat
mengenai pengakuan Negara. Golongan pertama berpendapat bahwa apaila semua
unsur kenegaraan (ada rakyat, ada wilayah dan ada pemerintahan yang berdaulat
dan ada kemampuan dalam melakukan hubungan dengan negara lain) telah dipenuhi
oleh masyarakat politik, maka dengan sendirinya ia telah merupakan sebuah
Negara dan harus diperlakukan secara demikian dengan negara-negara lainnya.
Golongan pertama ini disebut penganut teori deklatoir (declaatory theory).
Golongan kedua menyatakan bahwa walaupun unsur kenegaraan telah terpenuhi oleh
masyarakat politik, namun tidaklah ia secara otomatis dia dapat diterima
sebagai Negara ditengah-tengah masyarakat Internasional. Terlebih dahulu harus
ada pernyataan dari negara-negara lain, bahwa masyarakat politik telah memenuhi
persyaratan sebagai Negara. Kemudian barulah ia dapat menikati haknya sebagai
Negara baru. Golongan kedua ini disebut penganut teori konstitutif (constitutive
theory).
Untuk mengakui suatu Negara baru pada
umumnya negara-negara memakai kriteria, antara lain sebagai berikut :
1) Keyakinan adanya stabilitas di Negara
tersebut
2) Dukungan umum dari Masyarakat atau Penduduk
3) Kesanggupan dan kemauan untuk melaksanakan
kewajiban-kewajiban Internasional.[12]
Lahirnya sebuah Negara baru dapat melalui bermacam cara, seperti
melepaskan diri dari penjajah bagi bekas wilayah jajahan, Pemisahan diri
sebagian wilayah suatu Negaradan berdiri sendiri sebagai Negara yang merdeka,
atau pecahnya suatu Negara menjadi beberapa Negara yang lebih kecil dari Negara
semula, maupun penggabungan beberapa Negara menajdi sebuah Negara yag baru sama
sekali.
Kemerdekaan Kosovo dapat digolongkan
sebagai Negara baru jenis kedua, yaitu pemisaha diri sebagian wilayah suatu
Negara dan berdiri sendiri sebagai sebuah Negara merdeka karena sebelumnya
Kosovo adalah salah satu Provinsi di Negara Serbia. Kelahiran Negara baru
seperti Kosovo, dalam masyarakat Internasional akan menimbulkan reaksi dari
Negara-Negara lain yang dimanifestasikan dalam pernyataan sikap menerima atau
mengakui kelahiran Negara baru tersebut atau sebaliknya ada yang menolak atau
tidak mengakui kehadiran Negara baru tersebut. Pengakuan dalam masalah hukum internasional
merupakan masalah yang cukup rumit karena sekaligus melibatkan masalah hukum
dan masalah politik. Dalam masalah pengakuan, unsur-unsur politik dan hukum
sulit untuk dipisahkan secara jelas, karena pemberian dan penolakan oleh suatu
Negara sering dipengaruhi oleh pertimbangan politik, sedangkan akibatnya
memiliki akibat hukum.[13]
Pengakuan
terhadap Negara baru lebih sering dan lebih banyak didasarkan terhadap
pertimbangan-pertimbangan politik subjektif dari pihak yang ingin memberikan
pengakuan. Hal ini dapat kita lihat dalam kasus lahirnya Kosovo, ketika
Parlemen mendeklarasikan kemerdekaannya, sehari kemudian Negara-negara yang
selama ini satu haluan politik, satu ideologi dengan Kosovo langsung memberikan
pengakuan, dan sebaliknya Negara-negara yang bermusuhan dan tidak satu
ideologinya dan berbeda haluan politiknya menolak untuk mengakuinya. Jika
dianut lahirnya suatu Negara hanya merupakan peristiwa fakta dan bukan
peristiwa hukum maka akibatnya adalah tidak mungkin suatu Negara menolak
lahirnya Negara baru dengan alasan hukum. Akibat lain adalah lahirnya suatu
Negara bebas dari pengakuan, dengan kata lain pengakuan tidak ikut campur dalam
pembentukan Negara. Artinya, eksistensi suatu Negara yang baru lahir tidak
ditentukan keharusan adanya pemberian atau penolakan pengakuan dari Negara lain.
Hal itu juga berlaku bagi Kosovo, jadi jelas bahwa pengakuan adalah
kebijaksanaan politik.
Pada tanggal
17 februari 2008 yang lalu parlemen Kosovo mendeklarasikan kemerdekaa provinsi
Kosovo sebagai sebuah baru yang menrdeka dan berdaulat. Artinya, Kosovo telah
memisahkan diri dari Serbia secara sepihak. Situasi tersebut, dimungkinkan
karena selain Kosovo mendapatkan dukungan dari Amerika Serikat juga karena
konflik etnis yang berkepanjangan dan penindasan serta ketidakadilan selama ini
memicu munculnya deklarasi kemerdekaan. Namun masalahnya, apakah Kosovo sah
menjadi sebuah Negara baru? Haruskah ada pengakuan dari Negara lain atas
keberadaannya? Bagaimana dengan belum adanya pengakuan PBB? Dan masalah-masalah
lainnya yang dimungkinkan akan timbul.
Suatu Negara
baru untuk dikatakan memiliki pribadi internasional atau sebagai negara baru
memang tidak membutuhkan pengakuan dari negara-negara lain sesuai dengan teori
deklaratif. Akan tetapi sebagai pribadi internasional yang membutuhkan hubungan
dengan negara lain subjek hukum internasional lainnya, negara baru itu dapat
mulai mengadakan hubungan yang akan melahirkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban
internasional yang harus dilaksanakan dalam pergaulan internasional. Itulah
yang disebut jalan tengah untuk menjembatani antara teori deklaratif dan
konstitutif.
B.
LAHIRNYA KOSOVO
SEBAGAI NEGARA BARU
Lahirnya sebuah negara baru dapat
melalui berbagai macam cara, antara lain melalui pelepasan diri dari penjajah
bagi negara-negara bekas wilayah jajahan, pemisahan diri sebagian wilayah suatu
negara dan berdiri sendiri sebagai sebuah negara merdeka,atau melalui pecahnya
sebuah negara menjadi negara yang lebih kecil daripada negara semula, maupun
penggabungan beberapa negara menjadi sebuah negara yang baru sama sekali.[14]
Mengingat Kosovo sebelumnya
merupakan salah satu provinsi dari Serbia, maka kemerdekaan Kosovo dapat
digolongkan sebagai lahirnya negara baru jenis yang kedua, yakni pemisahan diri
sebagian wilayah suatu negara dan berdiri sendiri sebagai sebuah negara merdeka.
Kelahiran sebuah negara baru seperti Kosovo ini, dalam masyarakat internasional
pasti akan menimbulkan reaksi dari negara-negara lain yang dimanifestasikan
dalam pernyataan sikap menerima atau mengakui kelahiran negara baru tersebut
atau sebaliknya ada negara-negara yang menolak
atau tidak mengakui kelahiran negara baru tersebut.
Dengan dideklarasikannya kemerdekaan
Kosovo pada tanggal 17 Februari 2008 yang lalu, berarti provinsi Kosovo telah
memisahkan diri dari Serbia secara sepihak. Situasi tersebut dimungkinkan
karena selain Kosovo mendapat dukungan Amerika Serikat, juga karena konflik
etnis yang berkepanjangan dan penindasan serta ketidak adilan selama ini yang
memicu munculnya deklarasi kemerdekaan tersebut.
Menurut pendapat penulis,
sesungguhnya kelahiran Kosovo sebagai negara baru dapat dikatakan sah karena telah memenuhi kualifikasi yang melekatpada diri
Kosovo sebagai negara sesuai dengan Pasal 1 Konvensi Montevideo 1933, yakni ada
penduduk, memiliki wilayah, mempunyai pemerintahan, dan memiliki kemampuan
untuk melakukan hubungan dengan negara lain. Selain itu, sebagaimana yang sudah
penulis kemukakan berdasarkan pendapat-pendapat pakar hukum internasional bahwa
lahirnya suatu negara hanya merupakan suatu peristiwa fakta yang sama sekali
lepas dari ketentuan-ketentuan hukum internasional. Meskipun demikian hendaknya
dibedakan antara negara sebagai pribadi internasional pada satu sisi dengan
kemampuan negara itu sebagai pribadi internasional dalam melaksanakan hak-hak
dan kewajiban-kewajiban internasionanya pada sisi yang lain.
Suatu negara baru untuk dapat
dikatakan memiliki pribadi internasional atau sebagai negara baru memang tidak
membutuhkan pengakuan dari negara- negara lain sesuai pandangan teori
deklaratif. Akan tetapi, sebagai pribadi internasional yang membutuhkan
hubungan dengan negara lain atapun subjek hukum internasional lainnya, maka
negara baru tersebut membutuhkan pengakuan dari negara lain, karena dengan
adanya pengakuan tersebut maka negara baru itu dapat mulai mengadakan hubungan,
dengan negara-negara yang mengakui, yang kemudian akan melahirkan hak-hak dan
kewajiban-kewajiban internasional yang harus dilaksanakan dalam pergaulan
internasional.
Setelah proklamasi kemerdekaannya,
sudah banyak negara yang mendukung dan mengakui kemerdekaan Kosovo. Namun
pengakuan tersebut bukanlah suatu syarat atau suatu keharusan bagi kelahiran
dan keberadaan Kosovo sebagai negara baru, melainkan hanya memperkuat fakta
yang telah ada bahwa Negara Kosovo telah lahir.
Sementara mengenai PBB yang belum
memberikan pengakuan resmi, menurut penulis ketika Negara Kosovo mengajukan
permohonan menjadi anggota PBB, maka tidak ada pilihan lain bagi Dewan Keamanan
PBB selain memberikan rekomendasi kepada Majelis Umum PBB untuk menetapkan
Kosovo sebagai anggota PBB, sekaligus merupakan pengukuhan bagi Kosovo sebagai
negara baru. Sampai sekarang Kosovo sudah mendapatkan 117 pengakuan diplomatik
sebagai mnegara independen.[15]
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pengakuan atau
Recognition (Inggris) atau Reconnaissance (Perancis) atau Anerkennung (Jerman)
merupakan tindakan sepihak suatu negara untuk menerima atau membenarkan akan
sesuatu dalam masyarakat internasional. Menurut Tasrif, pengakuan dapat
diartikan sebagai penerimaan suatu situasi dengan maksud menerima akibat-akibat
hukum dari keadaan sedemikian itu. Pengakuan merupakan salah satu lembaga yang
penting dalam masyarakat internasional dalam kaaitannya dengan keberadaan
negara, lebih-lebih dalam rangka hubungan internasional. Dikatakan penting karena
tanpa pengakuan suatu negara baru tidak dapat mengadakan hubungan yang sempurna
dan lengkap dengan negara lain.
sesungguhnya kelahiran Kosovo sebagai negara baru dapat dikatakan
sah karena telah memenuhi kualifikasi yang melekatpada diri
Kosovo sebagai negara sesuai dengan Pasal 1 Konvensi Montevideo 1933, yakni ada
penduduk, memiliki wilayah, mempunyai pemerintahan, dan memiliki kemampuan
untuk melakukan hubungan dengan negara lain. Selain itu, sebagaimana yang sudah
penulis kemukakan berdasarkan pendapat-pendapat pakar hukum internasional bahwa
lahirnya suatu negara hanya merupakan suatu peristiwa fakta yang sama sekali
lepas dari ketentuan-ketentuan hukum internasional. Meskipun demikian hendaknya
dibedakan antara negara sebagai pribadi internasional pada satu sisi dengan
kemampuan negara itu sebagai pribadi internasional dalam melaksanakan hak-hak
dan kewajiban-kewajiban internasionanya pada sisi yang lain. Sampai sekarang
Kosovo sudah mendapatkan 117 pengakuan diplomatik sebagai negara independen.
DAFTAR PUSTAKA
Effendi. Masyur. 2011.
“Prinsip pengakuan dalam pembentukan negara baru ditinjau dari hukum
internasional,”Fak. Hukum Brawijaya Surabaya,
Starke. 2009. “Pengantar Hukum
Internasional”. Jakarta: Sinar Grafika
Jawair dan Iskandar.
Pranoto . 2006. “Hukum Internasional Kontemporer”. Bandung: Refika
Aditama
https://www.academia.edu/8622183/pengakuan_negara
https://www.sumbbu.com/2016/04/pengakuan-dalam-hukum-internasional
http://www.negarahukum.com/hukum/pengakuan-terhadap-pemberontak-belligerency.html, Prof. Dr. S.M. Noor, SH., MH., 9
November 2012
Mauna. Boer. 2000. “Hukum Internasional, Pengertian Peranan
dan Fungsi dalam Era Dinamika Global”. Bandung: Alumni
Parthiana. Wayan.
1990. “Pengantar Hukum Internasional”.
Bandung: Mandar Madju
https://id.wikipedia.org/wiki/Pengakuan_internasional_Kosovo
[1]A.
Masyur Effendi, “Prinsip pengakuan dalam
pembentukan negara baru ditinjau dari hukum internasional,”Fak. Hukum
Brawijaya Surabaya,(Agutus 2011)215
[2]A. Masyur Effendi, “Prinsip
pengakuan dalam pembentukan negara baru ditinjau dari hukum internasional,”Fak.
Hukum Brawijaya Surabaya,(Agutus 2011)211
[3]A.
Masyur Effendi, “Prinsip pengakuan dalam
pembentukan negara baru ditinjau dari hukum internasional,”Fak. Hukum
Brawijaya Surabaya,(Agutus 2011)221
[4]Teori ini
diantaranya dikemukakan oleh Kelsen dan Anzillotti.
[5]J.G.
Starke. Pengantar Hukum Internasional. (Jakarta : Sinar Grafika, 2008). Hal 177.
[6]Jawahir,
dan Pranoto Iskandar. Hukum Internasional Kontemporer. (Bandung: Refika
Aditama, 2006). Hal 133.
[7] J.G.
Starke, Pengantar Hukum Internasional (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), h.
173
[8]
https://www.academia.edu/8622183/pengakuan_negara
[9]
https://www.sumbbu.com/2016/04/pengakuan-dalam-hukum-internasional
[10]http://www.negarahukum.com/hukum/pengakuan-terhadap-pemberontak-belligerency.html, Prof. Dr. S.M. Noor, SH., MH., 9
November 2012
[11]https://www.researchgate.net/publication/305462569_Pengakuan_Negara_Baru_Ditinjau_Dari_Perspektif_Hukum_Internasional_Studi_terhadap_kemerdekaan_Kosovo, Bayu Sujadmiko, Mei 2012
[12] Boer
Mauna., Hukum Internasional, Pengertian
Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global, (Bandung: Alumni, 2000), hal.
65
[13]https://www.researchgate.net/publication/305462569_Pengakuan_Negara_Baru_Ditinjau_Dari_Perspektif_Hukum_Internasional_Studi_terhadap_kemerdekaan_Kosovo, Bayu Sujadmiko, mei 2012
[14] I
Wayan Parthiana, Pengantar Hukum
Internasional, ( Bandung: Mandar Madju, 1990), hal.347
[15] https://id.wikipedia.org/wiki/Pengakuan_internasional_Kosovo
Komentar
Posting Komentar